MIMPI PESANTREN KOLONG JEMBATANI KEMANDIRIAN

Antarajawabarat.com, 29/7 – Aroma tidak terlalu sedap bagi hidung yang berasal dari tumpukan sampah rumah tangga, tidak menyurutkan keriangan anak-anak jalanan yang 'nyantri' di Pesantren Kolong Nurul Hayat Binaan Yayasan Bina Insan Mandiri.

Semakin memasuki lebih dalam area kolong jembatan, kian terdengar suara nyaring lantunan ayat suci Al-Quran bersahutan dengan suara deru laju kendaraan.

Dentuman keras di atas kepala akibat lindasan ban-ban kendaraan yang melewati pentilasi besi jembatan dihiraukan seolah sudah biasa dan tak asing lagi di telinga para penimba ilmu itu.

"Meski tempatnya di kolong jembatan, tapi dengan dinamai 'pesantren' harapannya bisa menumbuhkan mental dan pola pikir pada anak-anak jalanan ini agar berusaha belajar lebih baik karena sekolah di sebuah pesantren," kata Kepala Sekolah Pesantren Kolong Nurul Hayat Rifqi Basyarahil.

Rifqi yang juga pegiat Gema Insani Perwakilan Jawa Barat itu mengaku pesantren tersebut diharapkan bisa menjadi jembatan mengantarkan murid-muridnya mengenyam sekolah formal serta meraih kemandirian.

"Mimpi kami anak-anak bisa kembali sekolah formal tinggal sebagian lagi yang belum juga kami akan tetep kawal sampai mereka kuliah dan atau mandiri baik dari segi mental, keilmuan maupun spiritual," kata pria yang juga berwajah ketimur tengah itu.

Riuh rendah tegur sapa sesama anak jalanan saat belajar sambil bermain masih belum lengang hingga menjelang buka puasa.

Kumandang adzan Maghrib dari masjid sebelah menyusul satu per satu parsel makanan berbuka dibagikan salah seorang mahasiswa juga relawan pesantren yang disambut gemuruh dan teriakan "aku mau.....aku mau...." dari para bocah.

"Di Pesantren Ramadhan tahun ini kami menggelar buka bersama, tarawih setiap hari lalu memberi tausiyah seperti hakikat shaum dan mata ajar tentang ramadhan lain dan itu kepanitiannya dari anak jalanan sendiri," katanya.

Selain pesantren ramadhan, sekolah jalanan yang berdiri sejak tiga tahun lalu itu setiap harinya melakukan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) untuk anak usia sekolah dengan kurikulum sama seperti sekolah pada umumnya.

"Proses KBM sedikit dimodifikasi, relawan pengajar tidak kurang dari 12, ada juga para profesor lalu kami juga bantu kursus di luar untuk Bahasa Indonesia, Inggris, Arab, Matematika dan Komputer," kata Sekbid Kurikulum Mohammad Abdul Hadi.

Pria berkopiah itu mengatakan meski belum ada donatur tetap, relawan pesantren selalu patungan dan rata-rata menghabiskan Rp5 juta per bulan meski sering lebih dari itu.

Di mata Rifqi dan Mohammad pendidik di Indonesia masih banyak yang niat utamanya mendapat gaji bukan sepenuhnya berdedikasi di dunia pendidikan.

"Tidak masalah sempat beberapa kali digusur, persoalannya yakni kita mau menanam amal apa selama diberi kesempatan hidup di dunia," kata Rifqi menambahkan.


Santi Sopia

Kahumas TMII yang Profesional Tanpa Ponsel

Tetap Profesional, Walau tak Punya Ponsel

Gaya berpakaiannya sederhana. Perawakannya tak terlalu tinggi dan berkulit gelap. Bertegur sapa dengan pengunjung dan awak media menjadi keseharian pria yang kini berusia 54 tahun itu. Sesekali ia pun tak berat hati mengepel teras gedung atau sekadar menikmati lalu lalang pengunjung sembari bersimpuh di lantai.

“Perhatian, bagi pengunjung yang bernama X dan X dari SMA X Jakarta segera ditunggu di Pusat Informasi. Sekali lagi perhatian, bagi...,” terang pria bersuara serak itu mengulang kalimat yang sama melalui pengeras suara.
   
Ya, mengumumkan pencarian pengunjung juga tak jarang dilakukan Jerry Lahama, Kepala Hubungan Masyarakat (Humas) Taman Mini Indonesia Indah (TMII) ini. ‘Pusat Informasi’ TMII kini menjadi kantor kerjanya setelah sebelumnya berkantor di gedung Perpustakaan.

Di gedung bercat oranye dibalut kuning dan putih serta diapit dua bangunan di sebelahnya itulah sekarang Jerry biasa menerima tamu. Pusat informasi memang kerap menjadi tujuan utama pengunjung. Terlebih di kala merasa kebingungan, mencari kerabat yang hilang atau hanya bertanya seputar fasilitas TMII.

Jika tak langsung ditangani Jerry, tiga staf humas lainnya siap membantu. TMII, sumber utama nafkah Jerry selama seperempat abad hidupnya.

Tak Punya Ponsel

Ada sesuatu yang unik dari diri Kahumas TMII ini dan sudah banyak diketahui orang di sekitarnya. Betapa tidak orang menganggapnya unik. Tak sedikit yang berpikir bagaimana bisa seorang Kahumas taman nasional sekelas TMII itu tidak memiliki ponsel atau telfon genggam. Kahumas ini memang tak punya ponsel sejak 2009.

Jerry mengaku tentu pernah bahkan sering mendapat ledekan dalam konteks guyonan baik dari rekan kerja maupun teman wartawannya. Ada yang bergurau jika Jerry memiliki indra keenam, karenanya ia tak punya ponsel. 

Ada pula yang melontarkan umpatan, Jerry mungkin masih menggunakan kaleng susu bertali untuk berkomunikasi. Hingga ledekan seperti Jerry hanya punya kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS), bukan pulsa ponsel.

“Yah...si Jerry ditanyain HP (Handphone), dia cuma punya kartu BPJS,” ujar Jerry tertawa lepas menirukan ledekan rekan kerjanya di TMII Jakarta.

Jerry mengungkapkan sebetulnya sejak pertama kali menjadi karyawan Taman Bunga TMII 29 tahun lalu, dirinya tak lepas dari ponsel. Dari mulai alat komunikasi zaman dulu seperti pager hingga ponsel terbilang canggih pernah dimilikinya. Nomor ponsel terakhir yang sempat dipakainya bahkan masih teringat jelas di kepalanya, 081774408.

Alasan keputusannya kala itu menurut dia sederhana saja, karena ingin mendidik para karyawan baru TMII. Sebagai salah satu karyawan paling lama, Jerry mengaku masih kerap dimintai bantuan baik oleh awak pers maupun pihak lain yang membutuhkan jasanya. 

Sebab dari sejarahnya, ia dipercaya mengurusi banyak hal yang terkait dengan media. Sehingga para wartawan dari generasi ke generasi pun tak luput merasakan dedikasi pelayanannya.

Karena itu, Jerry tak ingin media terus menerus menghubungi dan mengandalkan dirinya sementara di sisi lain sudah banyak karyawan yang menggantikan tugasnya. Jerry mencontohkan, keluhan wartawan yang mendapat layanan tidak ramah dari karyawan baru TMII. Berawal dari insiden itu, keputusannya semakin kuat untuk menghilangkan ponsel.

Berkat kedekatannya dengan media, Jerry dipercaya menjadi Kahumas pada 2008. Namun ia sempat dimutasi sebagai Kepala Unit Taman Bunga pada 2009. Hingga akhirnya menjadi Kahumas kembali sejak 2013 sampai saat ini. Saat 2009 tersebutlah, ia memutuskan mengurangi komunikasi dengan media.

“Jadi ya sudah. Saya tak pakai ponsel lagi. Agar karyawan lain maupun Kepala Humas baru juga belajar bagaimana komunikasi dengan media,” aku Jerry.

Keputusannya itu juga diakui Ayah dua anak ini bukan tanpa tentangan. Terlebih dari para saudara dan kerabat keluarganya yang sempat marah besar. Mulanya istri dan anaknya pun tidak mendukung sama sekali. Tak terkecuali atasannya di TMII yang justru pernah memberi maklumat agar ia segera punya ponsel.

“Kamu, awal atau pertengahan 2014 harus sudah punya HP,” ujar Jerry menirukan perintah Direktur TMII Ade F Meyliala ketika itu.

“Ya saya jawab gak janji deh Bu,” kata Jerry tersenyum simpul.

Sampai saat ini Jerry mengaku masih nyaman tanpa ponsel. Ia merasa lebih tenang menjalani kesehariannya. Adapun rencana untuk memiliki ponsel baru juga belum terpikirkan oleh pria kelahiran Jakarta itu.

Jerry juga bangga dan mengapresiasi karyawan baru yang menurutnya menjadi jauh lebih berprestasi. Kini orang di sekitarnya telah menerima dan terbiasa menghubungi Jerry lewat telfon kantor.

Hanya dalam keadaan genting bila ia sedang di rumah, rekan kerjanya bisa menghubungi nomor ponsel anak-anak Jerry. Sebaliknya, selain menelfon nomor kantor, keluarganya juga tak jarang menghubungi ponsel rekan kerja Jerry.

Selama ini ia belum pernah menghadapi masalah besar hanya karena tak punya ponsel. Urusan diplomasi TMII juga menurutnya tentu lebih banyak dilakukan Direktur ataupun divisi marketing. Secara internal, karyawan lain tak kesulitan jika hendak menghubunginya.

Sebagian besar aktivitas komunikasi Humas TMII pada media tergolong lancar. Seperti memanfaatkan telfon kantor, faximile, ataupun email. Sementara di lingkup TMII, hampir seluruh karyawan dilengkapi alat genggam komunikasi (handing talking), termasuk Jerry.

Jerry memastikan agar dirinya mudah ditemui dan dihubungi. Jerry tetap profesional melakukan semua tanggungjawabnya. Bahkan kerap menjalani rutinitas melebihi jam kerja.

“Saya menjadikan diri saya gampang dicolek dengan stay di kantor,” kata dia.

Dedikasi

Indonesia kecil, itulah makna TMII di mata Jerry. Dari Indonesia kecil ini Jerry memetik banyak pelajaran. Memahami berbagai karakter bangsa sehingga mampu menyematkan rasa toleransi dalam dada.

“Saya terlahir di Indonesia kecil. Kebanggan bekerja di TMII apalagi zaman dulu orang bilang di sini replika daerah-daerah kebanggaan Indonesia. Waktu itu TMII juga sudah mendunia,” paparnya.

Ketulusan juga menjadi motto-nya melayani pengunjung. Ia tidak ingin melewatkan masalah yang dihadapi pengunjung kendati TMII punya pihak yang bertanggungjawab untuk itu.

Tak dinyana, namun kondisi TMII menurutnya perlahan mulai berubah terlebih pasca reformasi. Ia merasakan kepemerintahan multi partai lebih cuek bahkan tidak memedulikan TMII. Pada zaman Presiden Suharto, TMII seolah menjadi pusat pertunjukan Indonesia.

Pejabat negara maupun luar negeri sangat berkontribusi mempopulerkan TMII. Berbeda dengan kondisi saat ini, TMII seakan diposisikan sangat jauh dan dikucilkan dari pemerintahan.

Sekarang, bagaimana TMII akan ramai diberitakan jika para pejabat menurutnya jarang bahkan enggan sama sekali mengunjungi TMII. Beberapa gelar yang didapat TMII juga hanya sebatas simbol penghargaan. Kendati tak dipungkiri kementerian sebelumnya cukup memberi perhatian.

Pasca reformasi itulah Jerry juga sempat mengalami dilema berkepanjangan. Ia bergumam bagaimana membesarkan anak dengan gaji minim di tengah harga kebutuhan yang terus meroket. Belum beragam masalah TMII seperti tembok yang kerap dijebol warga.

“Tapi saya sudah cinta TMII,” katanya.

Karenanya ia memutuskan bertahan. Ia terus menghadapi tantangan di depan. Sampai suatu hari pimpinan TMII bernama Sugiono diakuinya sangat memerhatikan kesejahteraan karyawan TMII. Hingga kini, Jerry memilih mengabdi untuk TMII sampai akhir waktu yang belum diketahuinya. SANTI SOPIA